Hari yang kelam itu diawali Pagi yang sangat cerah
Senin, 21 November 2022 adalah hari pertama kuliah yang sudah biasa kami lalui di setiap pekannya. Namun di hari ini rasanya ada hal yang sedikit berbeda dari hari sebelumnya. Hari sebelumnya entah mengapa mentari enggan untuk memancarkan sinar. Awan cukup mendung, disertai rintikan hujan dan udara dingin yang menusuk tulang seolah mewakili perasaanku kala itu. Aku bergumam dalam hati,
"Ya Allah, pagi yang sangat dingin ini membuatku enggan untuk beraktivitas. Ya Allah, pancarkanlah kehangatan dari sinar matahari, kami sangat membutuhkannya"
Namun, Sang Penguasa Alam belum berkenan mengabulkan pintaku. " Khairan, insya Allah.." Gumamku dalam hati. Hari itu kupaksakan diri ini untuk tetap beraktifitas tanpa memanjakannya, meski sejujurnya kondisi badanku kurang fit.
Berbeda dengan keesokan harinya, tepatnya Senin, 21 November 2022. Aku awali hari dengan penuh syukur dan bahagia. Pagi itu langit sangat cerah, mentari tak enggan lagi memancarkan sinarnya. Matahari pagi itu cukup terik, sehingga bisa menghangatkan jiwa-jiwa yang beku ini. Aku bergumam lagi dalam hati, " Masya Allah, hari yang berbeda dari hari-hari sebelumnya. Cuacanya sejuk, cerah, ada panas matahari juga. Kalau begini kan, aku bisa jemur baju..."
Namun siapa sangka, bahwa hari yang diawali pagi yang cerah itu akan menjadi sejarah duka bagi kami semua...
Pada pagi yang cerah itu, sebagaimana biasanya kami melakukan rutinitas belajar di kampus STIQ Zad Cianjur. Dimulai dari jam kuliah pertama yang diawali dengan pelajaran Balaghah, yaitu pelajaran yang paling aku suka. Alasannya adalah karena ustadz banyak berkisah.
Kemudian kami melanjutkan kuliah pada jam ketiga, yaitu Mata Kuliah Aqidah. Kali ini meski agak killer, sejujurnya ustadz sangat mengasyikkan dan metode mengajarnya memberikan kesan yang cukup mendalam di hati kami. Khas pembawaan beliau cukup serius, namun terkadang sifat humorisnya menampakkan diri. Ah, seru pokoknya. Kala itu, ustadz berkata, "Hari ini lumayan panas ya," Suatu ungkapan yang menunjukkan bahwa hari-hari sebelumnya cuaca memang tak sepanas ini. Di akhir pelajaran, ustadz pun memberi tugas bagi yang belum presentasi di depan kelas, dan aku adalah salah satu yang mendapat tugas tersebut, Walhamdulillah.
Selanjutnya pada jam kuliah terakhir, kami memasuki Mata Kuliah Shorof. Mata kuliah kali ini diampu oleh dosen An-Naatiq bi-Dhodh. Ustadz mengajarkan kami lahjah Arab secara langsung. Sama seperti sebelumnya, beliau juga memberikan tugas tadribat untuk dikerjakan di buku.
Entah mengapa kala itu kepalaku cukup pusing memikirkan tugas yang kian hari kian menumpuk. Dimulai dari tugas makalah, tugas presentasi, tugas kitabah, persiapan ujian akhir semester, dan lain-lain. Kucoba mengkondisikan emosi, ku tenangkan diriku sambil berdoa dalam hati, " Ya Rabb, kuatkanlah hamba...". Belum lagi, tanggung jawabku sebagai mudabbiroh anak-anak SMA harus tetap berjalan. Rasa rindu pun mulai menyelimuti hati,
"Umi aku rindu, bisakah aku pulang tanpa harus melewati jurang-jurang ujian?! Umi, aku lelah disini dengan berbagai macam ujian..."
Namun apalah daya. Aku tetap harus menjalani semuanya; meski dengan hati berat dan sedikit terpaksa. Namun terkadang, hal-hal baik memang harus dipaksakan.
Kembali ke rutinitas harian yang kami lakukan siang hari sehabis kuliah, yaitu murojaah Al-Qur'an dibarengi anak-anak SMA Zad IQBS. Siang yang cukup panas nan terik adalah waktu yang sangat tepat untuk beristirahat dari penatnya kegiatan. Namun kami tetap jalani peraturan lembaga ini meski agak berat dirasa. Pernah sesekali kami mengadu kepada Ustadzah.
"Maaf Ustadzah, apakah bisa halaqah Al-Qur'an siang ini dihilangkan? kami merasa cukup lelah setelah pulang dari belajar, pun tingkat kefokusan kami 99% menurun jika dipaksakan untuk menghafal di siang hari".
Aku melihat kebanyakan santri tertidur ketika halaqah siang. Namun lagi-lagi apalah daya, Ustadzah pun belum mengizinkan untuk pengalihan waktu halaqah siang, dan Allah belum berkehendak sesuai dengan keinginan kita. "Khairan, insya Allah" gumamku.
Kami tetap jalani halaqah siang. Lantunan ayat-ayat suci Al-Qur'an mulai memenuhi seantaro masjid Al- Faruq (masjid yang biasa kami pakai untuk beribadah, kajian kitab-kitab, menyimak tausiyah dari asatidz, halaqah Quran, belajar bersama, dan lain-lain). Namun siapa sangka, lantunan ayat-ayat suci Al-Qur'an itu seketika berubah menjadi teriakan-teriakan yang cukup histeris?!
"Allahu Akbar !!... Allahu Akbar !!..."
Goncangan yang cukup dahsyat berkekuatan 5,6 Skala Richter itu mengguncang kota Cianjur, terkhusus kampus kami Zad tercinta yang berlokasi di salah satu titik pusat gempa. Aku yang kala itu duduk di tempat favorit ketika halaqah berlangsung -tepatnya dekat jendela kaca menghadap pesawahan- tiba-tiba terbanting seketika ke arah kanan dan kiri. Aku berusaha menjauhi jendela yang dipenuhi kaca itu, karena khawatir jika sekiranya kaca itu terjatuh dan menimpa. Wal 'iyyadzubillah. Namun entahlah, aku sangat kesulitan untuk berdiri akibat goncangan yang cukup dahsyat.
Kala itu kusaksikan teman-teman kehilangan keseimbangan badan sebagaimana diriku. Aku teringat sebuah ayat Al-Qur'an yang menjelaskan tentang dahsyatnya Hari Kiamat :
وَتَرَى ٱلنَّاسَ سُكَٰرَىٰ وَمَا هُم بِسُكَٰرَىٰ. سورة الحج
"Kamu melihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk"
Aku berteriak dalam hati mengiringi gempa yang tak kunjung berhenti, "Ya Rabb, apakah ini akan menjadi hari terakhir kami ? jika ini adalah takdir-Mu untuk kami maka matikanlah kami dalam keadaan syahid". Demi Allah, saat itu kematian mulai menghantui jiwa yang sangat lemah ini.
Ya Rahman.. hatiku menangis, menangisi diri yang belum siap menghadap Sang Penguasa Alam Semesta dengan perbekalan amal yang masih sangat sedikit.
Ketika goncangan mulai cukup berkurang, kami semua bergegas pergi menuju pintu keluar yang terdapat di sebelah kanan masjid. Rasa ingin menyelamatkan diri membuat kami saling dorong satu sama lain tanpa sengaja. Bayangkan saja, satu pintu keluar saling rebutan dengan manusia yang jumlahnya kurang lebih 60 orang ?!
Semua saling dorong mendorong. Entahlah, ada yang mendorongku dari arah belakang. Badanku tertindih dan menabrak pinggiran pintu, tepat sekali mengenai bagian dada. Cukup sakit, ditambah sedikit sesak di bagian dada. Ya Salaam... jilbabku tersangkut karena desakan teman-teman yang cukup dahsyat; membuat jarum yang biasa kupakai untuk menyesuaikan ukuran jilbab di wajah bengkok karenanya.
Sebenarnya pintu keluar dari masjid kami ada dua, satu lagi terdapat di bagian belakang masjid. Namun mengingat kondisi belakang masjid plafonnya sudah hampir roboh, akhirnya kami menghindari jalur keluar tersebut. Alhamdulillah 'ala kulli haal, kami bisa keluar dari masjid dengan selamat.
Mengingat goncangan yang belum kunjung berhenti, aku saksikan wajah-wajah santriwati, yang penuh cemas dan pasrah terhadap takdir illahi. Bahkan kami menyaksikan secara langsung beberapa pemukiman warga yang terdapat di dekat persawahan itu telah rata dengan tanah. Subhanallah... Allahul Musta'an...
Demi Allah, kami sangat mensyukuri kala gempa menggoncang bumi, kami semua berada di dalam masjid, dalam kondisi menghafal Kalam Illahi. Sungguh tak terbayang jika gempa mengguncang dan kondisi kami sedang tidur siang dengan lelap di kamar masing-masing, kemungkinan besar akan banyak korban luka parah, dikarenakan area kamar yang berada di lantai 2. Tentu saja, karena potensi jatuh dari tangga lebih besar.
Mungkin inilah hikmah dibalik Halaqah Al-Qur'an disiang hari. Masya Allah, Alhamdulillah... Allah berkehendak menyelamatkan kami semua lewat perantara keputusan Ustadzah kami. Semoga Allah selalu menjaga Asatidz dan Ustadzat kami dimanapun berada🤲🏻
Cianjur cepatlah pulih, aku rindu kuliah❤️
Komentar
Posting Komentar